Sebuah mobil bisa digambarkan bak sistem, yang terdiri atas beberapa subsistem, seperti sistem mesin, elektrik, dan audio-visual. Jok, kaca film, speaker, dan AC adalah contoh pendukung kenyamanan berkendara. Dukungan subsistem-subsistem dalam menjalankan mobil adalah unsur-unsur penting yang membuat mobil dapat berjalan, mengantarkan kita dari satu tempat ke tempat lain.
Jika melakukan perjalanan ke luar kota, entah untuk liburan atau urusan kantor, kita menginap di hotel. Betapa nyamannya jika hotel yang kita tempati kondisinya bersih dan asri, petugasnya ramah, fasilitasnya sesuai harga, dan layanan untuk meeting-nya efisien dan efektif. Sama seperti mobil, hotel juga dapat digambarkan sebagai sebuah sistem yang terdiri atas beberapa subsistem. Di sini, contoh subsistemnya adalah sistem informasi, keuangan, operasional pelayanan, atau human capital (nama lain dari sistem sumber daya manusia).
Sistem harus selaras. Sistem mesin dan sistem elektronik mobil harus selaras jika ingin kondisi mobil yang prima. Lantas, apa yang membedakan sistem mobil dengan hotel? Sistem mobil sepenuhnya berupa benda, sedangkan sistem hotel merupakan kombinasi antara benda kasatmata dan yang tidak kasatmata alias intangible. Kamar hotel, spring bed, sprei, TV, AC, karpet, lampu, telepon, kursi, meja, bathtub, dan keran adalah benda-benda kasatmata yang mendukung subsistem kenyamanan fisik. Adapun bell man, resepsionis, bell boy, room boy, operator, pramusaji, dan duty manager, adalah contoh-contoh isi dalam sistem human capital atau sistem modal insani. Mereka harus selaras dalam pekerjaan satu sama lain, dan selaras pula perilakunya dengan misi dan visi hotel. Mereka menjadi sistem yang membuahkan ”pelayanan”.
Keselarasan dalam sistem mobil mudah diciptakan, karena semuanya benda mati yang dibuat dan sengaja membentuk sebuah sistem. Namun, keselarasan dalam sebuah sistem hotel membutuhkan pengelolaan yang berbeda. Apalagi kalau kita menyoroti sistem pengelolaan modal insaninya saja. Kita sadar bahwa hotel, atau perusahaan lain apa pun, membutuhkan keselarasan dalam sistemnya jika perusahaan ingin berhasil mencapai tujuannya. Hal yang sama juga diperlukan untuk sistem pengelolaan modal insani. Ada tiga hal penting yang menjadi falsafah Sistem Pengelolaan Modal Insani (atau populer dalam bahasa Inggrisnya: Human Capital Management System, atau disingkat HCMS):
Orang adalah aset. Pendekatan kita selama ini adalah pendekatan dengan menyebut SDM, yaitu Sumber Daya Manusia. Pendekatan ini mempunyai kelemahan, yaitu memandang manusia sebagai sumber daya, yang berarti memperlakukan manusia dalam pembukuan sama dengan sumber daya lain dalam perusahaan, misalnya bahan baku. Itu berarti SDM bisa dianggap sebagai biaya. Padahal, manusia bukanlah biaya. Ia justru menghasilkan. Jika manusia makin hari bisa makin pintar dan terampil, bahkan makin bijak, ia bisa menghasilkan makin banyak. Oleh karena itu, manusia tidak digolongkan sebagai sumber daya sebagaimana sumber daya alam. Manusia adalah aset.
Aset dimaksud adalah dalam wujud keterampilan, pengetahuan, tindak tanduk, pikiran, dan passion orang-orang yang bekerja di perusahaan. Pengetahuan, keterampilan, dan attitude mereka adalah ”harta” yang menjadi ”modal” bagi perusahaan.
Inisiatif-inisiatif dalam pengelolaan insan (people management) seharusnya diukur dan pada akhirnya diwujudkan dalam terminologi keuangan. Pengukuran menjadi penting karena kalau dikatakan ada peningkatan seharusnya bisa menjawab pertanyaan: ”meningkat seberapa?” Begitu juga kalau disebutkan perusahaannya sukses, seharusnya mampu menjawab pertanyaan: ”seberapa sukses?” Tak ada gunanya menciptakan banyak inisiatif kalau tidak satu pun memberi dampak peningkatan kinerja keuangan perusahaan.
Selanjutnya, kalau diletakkan dalam konteks OE Cycle (Organizational Effectiveness Cycle), di manakah posisi sistem pengelolaan modal insani atau HCMS? Sekadar mengingatkan bahwa terdapat tujuh unsur dalam OE Cycle, yaitu stakeholder, MVN, manusia, strategi, sistem yang esensial, budaya organisasi, dan hasil, maka letaknya adalah pada kombinasi unsur manusia dan unsur sistem yang esensial. MVN adalah Misi, Visi, Nilai-nilai. Sementara itu, yang dimaksud dengan sistem yang esensial adalah sistem yang dipakai sesuai the nature of business masing-masing perusahaan. Dalam penjabarannya, HCMS mempunyai tujuh unsur berikut ini:
• Struktur Organisasi yang memuat Distinct Job Profile
• People planning, recruitment, seleksi & penempatan
• Orientasi, pelatihan & pengembangan
• Career/succession/termination
• Performance management system
• Reward system
• Payroll & employee services
Namun, tujuh unsur itu tidak bisa lepas dari dua unsur lain yang menjadi titik tolaknya, yaitu (1) Misi-Visi-Nilai beserta corporate strategy-nya, dan (2) Proses bisnis inti. Selain itu, perilaku karyawan yang diharapkan memengaruhi langsung unsur Performance Management System. Jadi, ada tiga unsur yang akan memengaruhi bentuk dan aktivitas HCMS.
HCMS sebagai sistem pengelolaan menghasilkan dua outcome: menolong perusahaan meningkatkan keterlibatan
(engagement) karyawan dalam pekerjaan mereka sehari-hari, dan menolong perusahaan mencapai kinerja/hasil yang direncanakan. Pada gilirannya, dua outcome itu akan berpengaruh pada MVN, proses bisnis inti, dan perilaku karyawan.
Dalam wadah yang besar bernama organisasi, HCMS dan unsur-unsur lainnya akan terkait dengan budaya perusahaan
(corporate culture) dan dapat saling menguatkan. Budaya perusahaan yang baik akan mengakselerasi keberhasilan HCMS secara optimal. Sebaliknya, HCMS yang kokoh dapat membangun budaya perusahaan yang kuat. Perusahaan yang efektif dan hebat pasti menggunakan HCMS. Perusahaan Anda menggunakan HCMS juga kan?
Alex Denni
Human Capital & Execution Expert
Head of Dunamis Consulting-Partner Dunamis
Human Capital & Execution Expert
Head of Dunamis Consulting-Partner Dunamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar