Pada mulanya kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi, memetakan, serta memahami budaya lokal yang ada. Selain itu, kegiatan ini juga dilakukan untuk memberikan solusi bagaimana perusahaan dapat mengantisipasi dan mengimbangi perubahan praktek tata kelola perusahaan yang berkembang sedemikian pesat di tengah keterbatasan budaya lokal yang ada. Pada titik ini, perusahaan banyak melakukan investasi peralatan, peranti teknologi, serta infrastruktur modern guna mengatasi rintangan beratnya medan serta lingkungan geografis, terutama jika mereka harus menempuh perjalanan dari satu daerah ke daerah lainnya. Perusahaan juga merekrut sumber daya manusia (SDM) baik lokal maupun pendatang terbaik untuk bergabung di dalam perusahaan tersebut.
Jika dilihat dari permukaan, perusahaan tergolong sehat. Di sisi lain, tindakan-tindakan strategis juga telah dieksekusi oleh dewan direksi. Pada saat tulisan ini dibuat, tengah berlangsung kegiatan pelatihan serta pengembangan karyawan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan strategi ekspansi perusahaan di sektor ekonomi mikro. Namun, di balik baiknya performa perusahaan tersebut, terdapat banyak hal yang sangat menggelisahkan manajemen puncak terkait dengan upaya menggugah dan mengubah cara berpikir para karyawan yang masih sangat local minded menjadi cara berpikir yang global serta kompetitif.
Kegiatan tersebut pada awalnya berjalan lancar dan fasilitasi berjalan dengan baik. Namun, hal menarik untuk pembaca ketahui adalah ketika ditanyakan kepada peserta: apakah perusahaan berada pada laut yang tenang dan damai, atau apakah perusahaan berada pada laut yang bergelombang tinggi, berarus deras, serta siap menerpa bahkan menenggelamkan perahu-perahu yang sedang berlayar di sana? Kebanyakan jawaban yang kami terima dari setiap cabang adalah: perusahaan berada pada laut yang tenang dan damai.
Pada awalnya kami berusaha meyakinkan peserta bahwa praktek tata kelola perusahaan bidang ini telah berubah menjadi sedemikian modern dan persaingan yang terjadi pada industri ini makin ketat. Banyak perusahaan yang bergerak di sektor yang sama mengalami kebangkrutan secara perlahan-lahan sebagai akibat lemahnya daya tahan finansial mereka. Namun, hal serupa kembali terjadi pada setiap cabang yang kami kunjungi, dan jajaran perusahaan melontarkan jawaban dengan hal yang sama, yakni perusahaan berada di laut yang tenang dan damai.
Lambat laun kami menyadari bahwa apa yang menyebabkan terhambatnya proses change management tersebut berkorelasi kuat dengan cara perusahaan yang bersangkutan beradaptasi dengan pengaruh lingkungan lokal, yang terasa sangat kental melingkupi daerah tersebut. Di sisi lain, kami menyadari betapa besar pengaruh budaya dan adat masyarakat di sekeliling perusahaan yang menjadi agen bagi pembangunan di daerah tersebut.
Faktor utama berasal dari paradigma masyarakat lokal yang memiliki pola hidup sebagai hunter & gatherer di era modern. Artinya, masyarakat hidup menetap dan mengetahui, mengecap, atau bahkan terbiasa menggunakan peralatan modern. Namun, sebagian besar dari mereka masih memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok (komunal); masyarakat yang hidup untuk “hanya hari ini saja”; dan masyarakat yang menggunakan manajemen sederhana di dalam pengolahan hasil hutan dan lahan pertanian. Masyarakat yang, fatalnya, tidak memiliki pikiran jangka panjang dalam memanfaatkan fungsi saving dan melakukan investasi untuk masa depan, tetapi langsung mengonsumsi uang dari perolehan hasil hutan/pertanian hingga uang tandas, habis tak tersisa. Kondisi demikian sangat memengaruhi siklus performa perusahaan.
Kami menyadari bahwa perubahan yang kami komunikasikan belum dapat diadaptasi secara optimal, karena secara fisik belum terlihat tingginya gelombang serta derasnya arus yang menerpa perusahaan. Pada kenyataannya pemandangan yang tampak adalah masih banyaknya lahan tidur, terbengkalai, serta hutan-hutan yang menghijau; serta berbagai kekayaan tambang yang masih menunggu investasi dari luar untuk diolah. Implikasinya adalah makin banyak arus pendatang serta perusahaan baru yang berdiri dan secara sukarela memberikan bantuan, atau kompensasi, bagi pembebasan lahan atau kepentingan investasi lainnya. Akibatnya, perlahan tetapi pasti, masyarakat menjadi terasing di lingkungan mereka sendiri yang sebenarnya secara kasatmata telah jauh sekali mengalami lompatan kemajuan.
Action Plan Manajemen Perubahan di Era Pengetahuan
Kami menyadari betapa besar tantangan yang dihadapi manajemen puncak saat ini. Sesungguhnya, perubahan di era pengetahuan terjadi begitu pesat dan tidak akan menunggu lebih lama lagi, sehingga perusahaan direkomendasikan untuk menambah kecepatan adaptasi bagi para jajarannya untuk segera melakukan action plan(s) guna mengadaptasi serta memanfaatkan teknologi yang sudah diinvestasikan oleh perusahaan; melakukan sosialisasi service excellence bagi front liners; membina program-program sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya fungsi investasi dan saving; bekerja sama dengan institusi pendidikan guna memetakan, mengevaluasi pengaruh perusahaan sebagai agen pembangunan daerah bagi pembangunan ekonomi daerah; serta melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pemberian fasilitas kredit. Dengan demikian, tindakan-tindakan ini akan memacu jajaran level atas untuk memberikan performa strategis dan manajerial guna memberikan hasil jangka pendek yang lebih baik.
Akhir kata, kami menyadari bahwa masih jauh perjalanan yang harus kami tempuh, dan masih banyak daya upaya yang harus kami curahkan dalam rangka membawa atau bahkan menghadirkan derasnya gelombang perubahan “secara fisik” di tengah-tengah jajaran perusahaan. Meskipun tingginya gelombang serta derasnya arus yang menerpa perusahaan belum lagi terlihat, kami meyakini bahwa, di dalam hati masing-masing peserta Change Management Training, debur gelombang sayup-sayup sudah terdengar. Semoga!
Human Capital & Execution Expert
Head of Consulting Group-Associate Partner Dunamis